Laman

Jumat, 25 Februari 2011

LIBERALISASI PEREMPUAN (Gerakan Penghancuran Perempuan)


Gagasan dan upaya pembebasan perempuan dari sejak pertama kemunculannya di barat hingga merayap ke penjuru negeri termasuk negri kaum muslimin sedikit banyak telah menyeret wanita keluar dari kodratnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Upaya liberalisasi perempuan yang diusung oleh kaum feminis ini berdalih untuk memajukan perempuan di segala bidang. Kata mereka, perempuan harus mampu mandiri; ia harus berdiri tegak di atas kakinya sendiri; ia harus bebas menentukan sikap dan hidupnya apapun resiko yang harus di hadapi. Namun padsa faktanya, hingga saat ini kemiskinan, kekerasan, keterkungkungan dan ketertindasan justru masih dialami oleh kaum perempuan. Dalam pandangan kaum yang menolak kata wanita ini,penyebab utama keterkungkungan perempuan adalah pemberlakuaan tatanan kehidupan patriarkis yang sebagian besarnya merugikan kaum perempuan dan menjadikan kaum perempuan ‘tidak berdaya’.

Inilah sebenarnya latar belakang kemunculan ide dan gerakan feminisme di Eropa dan Amerika. Meskipun kemudian lahir dalam ragam dan bentuk. Sesungguhnya inti dari gerakan feminisme adalah pemborantakan terhadap tatanan masyarakat yang ada yang mereka anggap patriarkis, termasuk terhadap ide-ide teologis (agama)Dan institusi social cultural yang sering dituduh sebagai pangkal dari ketidakadilan sistemik perempuan.

Kalangan feminis meyakini , bahwa liberalisasi/pembebasan perempuan merupakan pondasi untuk mencapai kemajuan. Sebagai penguat atas kebenaran konklusinya, mereka menjadikan ‘kemajuan’ perempuan Barat sebagai model. Dan kaum perempuan pun bebas mengekspresikan dirinya. Mereka dapat berbuat apapun tanpa yang mereka sukai, tanpa harus merasa takut dengan berbagai tabu (termasuk konsep kodrat) yang selama ini dianggap mengekang mereka. Di AS sebagai tempat kemunculannya. Persentase perempuan bekerja meningkat dari tahun ke tahun hingga lebih dari 75% pada tahun 2000. Di Indonesia, jumlah angka perempuan yang bekerja telah menjadi dua kali lipat sejak tahun 1950-an , yaitu dari sekitar 33% menjadi 60% pada tahun 1990. Pada tahun 2006 meningkat sampai 33.312.775 orang.

Lalu apakah ini sebuah ‘prsetasi’ atas perjuangan pembebasan perempuan? Apakah benar gerakan pembebasan/liberalisasi perempuan ini memajukan perempuan semakin terpuruk?

Kebobrokan Kapitalisme

Kapitalisme telah membuat kehidupan manusia sangat menderita. Ekonomi kapitalis telah melahirkan kemiskinan yang mengerikan. Karena kemiskinan, banyak wanita terpaksa bekerja dan meninggalkan peran utamanya sebagai ibu. Karena kemiskinan pula, banyak istri menjadi sasaran kekerasan para suami. Akibatnya, angka gugat cerai bertambah (63% dari 131.518 kasus perceraian di tahun 2009). Akibat kemiskinan pula timbul kasus gizi buruk, utamanya pada anak-anak; wanita menjadi tenaga kerja dan tidak sedikit dari mereka menjadi korban perdagangan wanita. Mereka dilacurkan karena keadaan. Jumlah PSK tahun 2008, yang dilansir website GP Anshor, adalah sebanyak 270.000 dengan pelanggannya berjumlah 10 juta orang.

Dengan menyaksikan kondisi perempuan saat ini secara jujur , tampak bahwa “kemajuan’ yang digembar-gemborkan Barat ini ternytata harus dibayar mahal oleh kaum perempuan sendiri maupun oleh pihak-pihak yang lain. Dengan atau tanpa sadar, liberalisasi perempuan telah menggiring para pengikut dan pengusungnya ke dalam jurang yang sangat dalam . Betapa tidak? Ide dan gerakan pembebasan perempuan yang lahir dari sistem kapitalis secular memandang segala sesuatu dari manfaat, selalu dianggap baik. Ditambah lagi, sistem ini menganut kebebasan berprilaku. Karena itu, wajar dalam pandangan mereka, saat kemolekan tubuh perempuan dianggap aset atau ‘mesin uang’ karena bernilai ekonomi atau ‘laku’ dijual, maka ia justru harus ditonjolkan bahkan dieksploitasi, tidak boleh ditutupi. Karenanya, tidak aneh jika kaum perempuan saat ini menjadi obyek pornografi-pornoaksi, memamerkan aurat dan kecantikannya demi mendapatkan rupiah, agar dianggap perempuan maju. Sebaliknya, seorang muslimah yang menutupi auratnya dengan memakai kerudung dan jilbab dinggap mundur. Kerudung dan jilbab pun di tuduh mengekang perempuan. Karena itu, tidak aneh

jika beberapa negeri-negeri kapitalis melarang penggunaan jilbab dan kerudung sebagaimana yang terjadi di Prancis dan jerman beberapa bulan yang lalu..

Inikah yang dinamakan kemajuan perempuan? Bukankah yang terjadi justru penghinaan terhadap perempuan yang dilakukan oleh perempuan itu sendiri atau dengan kata lain, perempuan menghinakan dirinya sendiri karena terpengaruh oleh ide feminisme yng merupakan buah dari sistem kapitalis sekuler?

Jika kita mencermati lebih dalam lagi, liberalisasi perempuan ini tidak saja memberikan dampak buruk bagi perempuan, bahkan telaj membawa dampak buruk bagi kaum perempuan dan masyarakat secara keseluruhan akibat rancunya relasi dan pembagian peran di antara laki-laki dan perempuan. Runtuhnya struktur keluarga, meningkatnya kasus penelantaran anak, fenomena un-wed dan no-mar, merebaknya free sex, meningkatnya kasus-kasus aborsi, dilemma wanita karir, sindrom Cinderella complex, exploitasi perempuan, pelecehan seksual, anak-anak bermasalah dan lain-lain ditenggarai kuat menujadi efek langsung dari isu ‘kebebasan perempuan’ ini.

Selain itu, harga yang harus dibayar mahal oleh pengikut feminis yaitu meningkatnya kasus perceraian akibat istri menggugat suami, yang terbesar di surabaya 80%, di susul Makassar 75%, semarang dan Medan 70%, kemudian bandung dan Jakarta 60% (Data Departemen Agama, 2009). Menurut sumber dari Departemen Agama, tingginya permintaan gugat cerai istri terhadap suami tersebut di duga karena kaum perempuan merasa mempunyai hak yang sama dengan lelaki, atau akibat globalisasi sekarang ini, atau kaum perempuan sudah kebablasan.

Feminislah yang harus bertanggung jawab atas guncangnya sturuktur keluarga. Ide ini telah meracuni para perempuan untuk melepaskan diri dari ikatan dan tanggung jawab keluarga yang pada akhirnya menghilangkan peran lembaga keluarga itu sendiri. Padahal kita tahu, bahwa lembaga keluarga adalah tonggak dan asas yang pokok bagi sebuah masyarakat.

Dengan mencermati fakta-fakta tersebut, jelas bahwa liberalisasi perempuan hanyalah jargon kosong yang tak layak diemban apalagi diperjuangkan. Sebab, ide ini berangkat dari landasan yang salah, yakni sekularisme, yang menafikkan peran Pencipta alam, Allah SWT, dalam pengaturan kehidupan. Liberalisasi perempuan pun berangkat dari asumsi-asumsi yang salah. Ide ini tidak sesuai dengan realita tatkala memandang apa yang seharusnya menjadi ukuran kemajuan/kebangkitan yang hakiki. Di dunia islam, ide-ide semacam ini bahkan telah mengarah pada deideologisasi Islam yang tidak hanya berbahaya dari sisi akidah, karena berarti kian mengukuhkan akidah sekulerisme yang kufur, ide-ide itu juga berbahaya karena menjauhkan umat dari kemuliaan hidup yang secara pasti hanya akan diperoleh manakala system Islam diterapkan dalam kehidupan secara purna dan utuh.

Oleh karena itu, saatnya umat mempertimbangkan kembali keberpihakan mereka terhadap gagasan batil ini. Saatnya umat islam membuang system kapitalis sekuler yang merusak ini. Kemudian umat ini harus segera menggantinya dengan sebuah system yang jelas-jelas sejak awal telah memuliakan dan mensejahterakan perempuan, dimanapun posisi mereka. Itulah system Islam.

Penutup

Islam adalah agama yang sempurna yang diviptakan oleh Zat yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, yaitu Allah SWT. Allah telah memberikan aturan-aturan-Nya yang disampaikan melalui Rasul-Nya (Syariah Islam) terkait dengan perempuan. Aturan tersebut tentu tidak akan pernah mengekang perempuan, bahkan menjadi solusi bagi seluruh persoalan manusia secara sempurna dan menyeluruh, termasuk permasalahan perempuan.

Islam pun memiliki cara yang khas untuk memajukan perempuan dan bahkan memajukan umat secara keseluruhan, yaitu dengan meningkatkan taraf berpikir mereka dengan ideology Islam. Dengan cara ini, mereka akan memiliki landasan pemikiran (qaidah fikriyah) yang menjadi tolok ukur bagi segala bnetuk pemikiran-pemikiran yang lain yang dapat memecahkan problem kehidupan., sekaligus m,erupakan tuntutnan berpikr (qiyadah fikriyah) yang menuntun manusia dalam menghadapi problema kehidupan tersebut setiap saat dengan pemecahan yang benar. Dengan begitu, umat akan mampu bangkit menjadi pionir peradaban sebagaimana yang telah terbukti pada masa lalu. Saat itu Islam dijadikan sebagai landasan kehidupan umat dan syariahnya diterapkan.
Wallahu a’lam bi ash-showab. (K3C)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar