Laman

Jumat, 16 November 2012

1 Muharram : Bulan transformasi hakiki


      Tidak terasa kembali bersua dengan bulan pertama di tahun Hijriyah. Dialah bulan Muharram. Banyak dari ummat ini yang memperingatinya sebagai Tahun Baru Hijriyah. Namun yang sangat disayangkan adalah perayaan yang dilakukan Nampak sangat jelas sebagaimana pereyaan-perayaan pada Tahun Baru Masehi. Seakan hanya sebuah ceremonial belaka, mengakhiri tahun yang lalu tanpa suatu intropeksi sudah sejauh mana kebaikan dan keburukan pada hidup ini.
Masih tetap sama
      Tidak tahu lagi,sudah berapa kali tahun demi tahun terlewatkan. Sudah berapa banyak ceremonial-ceremonial terlakukan. Namun seakan tanpa bekas yang tersisa. Mengawali tahun yang baru dengan meninggalkan jejak-jejak kerusakan, serta melanjutkannya pada tahun yang baru ini. Seperti ini keadaan kaum muslim dan seluruh umat di dunia pada Umumnya. Dari tahun ke tahun kondisi umat ini teruslah sama. Kerusakan mewarnainya. Dari kerusakan sosial, Nampak dengan mata ini memperhatikan berita-berita elektronik maupun cetak terus diwarnai dengan pembunuhan,penculikan,perampokan, pemerkosaan.
      Kesenjangan sosial masih saja terus menjadi cerita tak berbedah dalam tahun-tahun perjalanan kehidupan manusia. Kekayaan hanya dimiliki oleh kaum-kaum tertentu. Sementara Si Miskin masih saja merana dengan kemiskinan, Kebodohan menjadi sandingan kehidupan mereka.
      Penjajahan yang katanya telah hilang dari negeri. Nampaknya hanyalah sebuah isapan jempol lagi menipu. Sebab sejatinya negeri ini tidaklah terbebaskan dari penjajahan. Memang benar penjajahan fisik itu telah berakhir. Namun, penjajahan abstrak itu masih saja berlangsung.
     Hal ini bisa dilihat dari pengerukan sumber daya alam yang ada di negeri ini. Bukanlah Negeri sendiri yang mengeruknya. Namun adalah asing-asing berdasih itu yang menjadi pengeruk. Atau lebih tepatnya adalah perampok. Bukan rahasia umum lagi tambang terbesar di dunia yang terdapat di negeri ini. Yaitu Tambang emas di Tembaga Pura, Timika,Papua sudah sejak lama dikelola oleh perusahaan asal amerika bernama PT. Freeport. Dari zaman Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono perusahaan itu tetap bercokol. Dan apa yang didapatkan oleh negeri ini. Tidak lebih hanyalah 1% saja. Ironi. Tidak hanya di papua, Blok cepu, Mahakam,blok natuna, dan tempat-tempat lainnya dikuasai oleh asing.
      Tidak kalah di bidang ekonomi. Negeri ini masih saja tetap sama dari tahun ke tahun. Riba menjadi fondasi dari perekonomi negeri ini. Pajak menjadi pendukung pemasukan keuangan negeri ini.
      Tempat-tempat maksiat dari diskotik,perjudian,tempat minuman-minuman keras, sampai bahkan tempat penyedia perzinahan itu tetaplah ada dengan legal. Hal ini tidak lain karena tempat-tempat itu membayar pajak. Kemudian hasil-hasil dari itu semua digunakan membangun negeri ini. Na’udzu billah.
      Kondisi itu semua terus menjadi cerita meskipun lembaran tahun kehidupan teruslah berganti. Apa sejatinya yang terjadi di negeri ini. Mestinya sudah banyak pelajaran yang dapat diambil untuk menuju perubahan. Namun, nampaknya negeri ini masih saja tetap Tidak bergeming dengan semua itu.
Sebab utama
      Apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini? Mengapa kondisi negeri ini masihlah tetap sama dari tahun ke tahun. Apakah perubahan itu tidak akan pernah menghampiri negeri ini. Apakah masyarakat negeri ini terkena kutukan dari Sang Penguasa Alam semesta,Manusia,dan Kehidupan? Dari mana kita memulai untuk bisa mencari akar masalah dari semua ini.
      Sebelum mencari jawaban dari masalah tersebut. Terlebih dahulu mari sejenak melihat fitrah kita sebagai manusia. Manusia sejatinya adalah makhluk yang lemah. Sehingga tidak mengherankan antar manusia yang satu dengan yang lain saling membutuhkan. Itu tidak lain potensi dari manusia adalah terbatas.
      Dari situ kita bisa menjawab apa sejatinya yang menjadi masalah di negeri ini. Adalah tidak lain apa yang digunakan oleh negeri ini untuk mengatur kehidupan manusia. Menggunakan aturan-aturan yang berasal dari manusia, hasil pikiran-pikiran manusia. Yang padahal sudah kita sadari bersama manusia terbatasi pada potensi. Apatalagi mau mengatur kehidupan manusia yang banyak ini dengan perbedaan-perbedaan yang mewarnainya
      Hasil dari buah pikir manusia itu adalah bernama Sekularisme. Adalah sebuah paham yang memisahkan Agama dari permasalahan dunia. Agama hanya Dibiarkan berlaku pada ruang-ruang private saja, di rumah-rumah, sudut-sudut masjid. Tidak boleh keluar. Sehingga tidak heran apa yang terjadi hari ini, yang halal menjadi haram dan yang haram menjadi halal adalah buah dari pemahaman Sekularisme. Riba yang telah jelas hukumnya dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya:
“…padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”(TQS. Al-Baqarah: 275).
      Begitu pula dengan zina telah jelas hukumannya dalam Al-qur’an Surat An-Nur ayat 2 yang berbunyi “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”
      Dan masih banyak hukum-hukum Allah swt yang telah jelas dalam Al-Qur’an, namun implementasinya dalam kehidupan tidak ada.

Hikmah 1 Muharram, Transformasi hakiki
      Ummat ini seakan terlupakan dengan peristiwan nan agung yang melatarbelakangi bulan muharram sebagai bulan awal tahun hijriyah. Kita mesti merefleksi lagi ke belakang apa sejatinya yang menjadi esensi dari bulan Muharram.Adalah Sang Khalifah ke-2 yang menetapkan Bulan Muharram sebagai awal dari tahun Hijriah. Dialah Umar bin al-khattab. Bukan tanpa alasan beliau menjadikan Muharram sebagai pemula tahun hijriyah. Adalah tidak lain berangkat dari peristiwa nan agung dari umat ini yaitu Hijrahnya Rasulullah saw bersama kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah.
      Lantas apa hikmah dari peristiwa hijrah tersebut? Yaitu sebuah transformasi hakiki dari kehidupan yang tidak islami (mekkah) menuju kehidupan yang islami (madinah) dengan menerapkan hukum-hukum Allah swt secara keseluruhan tanpa terkecuali dalam seluruh aspek kehidupan. Memaknai hijrahnya Rasulullah saw jangan sebatas pada tataran individual saja, namun haruslah secarah utuh dan menyeluruh. Karena permasalahan manusijavascript:;a pada umumnya hari ini adalah sama yaitu kerusakan dari segalah sendi kehidupan. Karena tidak menerapkan Hukum-Hukum Allah swt di seluruh aspek kehidupan.

Wujudkan perubahan Hakiki dengan Khilafah
      Sejatinya perubahan hakiki yang terkandung dalam pesan proses hijrahnya Rasulullah tidak akan pernah terwujudkan tanpa peran dari ummat ini untuk memaknainya sebagaimana esensinya yaitu menuju kepada kehidupan yang islami. Dan itu takkan pernah terwujud secara riil dan totalitas tanpa adanya institusi Negara yang melaksanakan Islam itu sendiri secara kaffah. Institusi itu tidak lain adalah KHILAFAH. Serta KHILAFAH ini tidak akan bisa tertegakkan jika tidak ada yang memperjuangkannya, untuk itu memperjuangkannya adalah Wajib. Sebagaimana kaidah fiqh “suatu kewajiban tidak akan terlaksana tanpa adanya sesuatu maka sesuatu itu menjadi wajib”. Islam takkan pernah terterapkan secara totalitas tanpa adanya KHILAFAH, dan KHILAFAH takkan tegak tanpa ada yang memperjuangkan maka memperjuangkannya menjadi wajib.
      Hal ini adalah sebuah tuntutan keimanan sebagai seorang muslim yang meyakini Allah swt. Dan sebagai solusi tuntas atas permasalahan yang menimpa Negeri ini serta negeri-negeri muslim lainnya. Dengan Khilafah maka ummat ini tidak akan terpandang remeh oleh musuh-musuh islam itu yang sesungguhnya lemah lagi hinah. Untuk itu wahai saudaraku yakinilah janji Allah dan Rasul-Nya berikut
“Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah;”(TQS. Thaahaa: 2)
Dan Bisyara Rasulullah saw
“…Dan akan tegak kembali khilafah yang bermanhajkan (sesuai) kenabian, kemudian beliau diam” (HR Ahmad). Wallahu ‘Alam Bishawab (Perindu Islam Kaffah-UKM LDK LDM UMI)











Tidak ada komentar:

Posting Komentar