Allah Azza Wa Jalla telah memberikan perintah dan kewajiban yang harus dijalankan bagi setiap mukmin. Setiap mukmin harus ridho dengan segala perintahNya. Ini merupakan bukti dan pengakuan keimanan kepada-Nya. Bukan penolakan dan pembangkangan. Semuanya telah dibuktikan oleh para Rasul dan Anbiya’ (Nabi), yang telah menjalankan misinya di muka bumi ini. Apa misi yang diemban oleh para Rasul dan Anbiya’ itu?
Firman Allah dalam al-Qur’an :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu,' maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalan kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan rasul-rasul.” (QS. An-Nahl [16] : 36).
Ayat diatas menjelaskan misi yang dipikul oleh setiap utusan Allah Azza Wa Jalla, yaitu para Rasul dan Anbiya’, yaitu mengarahkan dan mengajak seluruh umat manusia di muka bumi, agar mereka hanya menyembah kepada Allah semata. Tidak menyembah selain Allah. Tidak ada yang berhak disembah dan diibadahi di muka bumi, selain Allah, yang maha kekal, yang menciptakan langit dan bumi berserta isinya, serta yang menghidupkan dan mematikan, dan yang memberi rezeki.
Seperti dikatakan oleh Ibn Taimiyah, bila seseorang tidak menyembah kepada Allah, pasti manusia akan menyembah selain Allah.
Seorang mukmin tidak mungkin menyembah kepada Allah, tetapi juga menyembah selain Allah. Seorang mukmin tidak mungkin mencintai Allah, tetapi juga mencintai selain Allah. Tidak mungkin mukmin yang meminta pertolongan kepada Allah, tetapi juga meminta pertolongan kepada selain Allah. Tidak mungkin seorang mukmin yang menyakini, bahwa hidup dan matinya berada di tangan Allah, tetapi juga tidak memiliki rasa tawakal akan kehidupannya.
Tentu, bukti seorang mukmin yang imannya amiiq (dalam), tercermin pada sikapnya terhadap thagut. Seperti yang sudah pernah diperlihatkan oleh para Rasul dan Anbiya’. Allah Azza Wa Jalla di dalam Al-Qur’anul Karim, bahwa misi para Rasul dan Anbiya’, hanya dua, mengajak seluruh umat manusia di muka bumi untuk beribadah hanya kepada Allah semata, dan menjauhi thagut.
Relasi iman seorang mukmin harus dibutkikan dalam bentuk sikap al wala’ wa al bara’nya. Terhadap siapa memberikan wala’nya (loyalitasnya), dan terhadap siapa menunjukkan sikap baraknya (pernolakan/permusuhannya). Mukmin yang memiliki iman yang amiiq, pasti hanya akan memberikan wala’nya kepada Allah, Rasul, dan orang-orang mukmin. Tidak mungkin seorang mukmin memberikan wala’nya kepada musuh-musuh Allah, dan orang-orang yang telah terang-terangan memusuhi Allah, dan orang-orang mukmin. Tidak mungkin orang-orang mukmin memberikan wala’nya kepda orang-orang kafir yang terang-terangan memusuhi dan memerangani orang mukmin dan muslim.
Seorang mukmin yang haqqon (benar) tidak akan pernah selama-lamanya memberikan wala’nya kepada orang-orang yang memusuhi Allah, Rasul dan orang mukmin, serta mereka akan membecinya. Seorang mukmin tidak akan pernah ridha dengan orang-orang kafir, yang tidak mau tunduk dan patuh dengan hukum Allah.
Tidak mungkin seorang mukmin ridho dan tidak memiliki bara’ (memusuhi ) terhadap apa yang disebut dengan thagut, setan yang selalu menolak perintah Allah Azza Wa Jalla. Konsekwensi keimanan seorang mukmin otomatis akan di dalam dadanya yang selalu tertanam dengan sangat kuat, yang tidak akan pernah mau berhubungan dan berkoalisi dengan ‘thagut’, karena sama halnya dengan menyatakan perang terhadap Allah Azza Wa Jalla.
Fenomena hari ini begitu banyak orang-orang 'mukmin' memberikan wala'nya kepada orang kafir musyrik, dan tidak bersikap bara' terhadap mereka. Orang-orang 'mukmin' bisa berdampingan dan berjabat tangan dengan orang-orang kafir musyrik yang terang-terangan mengobarkan peperangan dan permusuhan terhadap orang-orang mukmin. Padahal, Allah Azza Wa Jalla, sejatinya telah melarang mereka, berteman, dan menjadikan mereka sebagai pemimpin.
Allah Rabbul Alamin berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambi orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka esungguhnya itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tiak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. al-Maidah [5] : 51).
Ayat diatas sebuah diktum yang diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla bagi orang-orang mukmin, yang merupakan ketentuan yang sifatnya pasti dan mutlak. Tidak ada keraguan lagi. Ayat ini harus menjadi ‘mabda’ (prinsip dasar), ketika menghadapi Yahudi-Nasrani.
Yahudi-Nasrani, satu ideologi, satu millah, keduanya bertujuan menghancurkan orang-orang mukmin. Koalisi Yahudi-Nasrani merupakan sumber segala bentuk kejahatan di muka bumi ini. Karena kesesatan mereka. Karena mereka tidak senang melihat orang-orang mukmin, yang selalu ridha dengan Rabbnya, dan beribadah kepada-Nya.
Yahudi-Nasrani , satu sama lainnya sebagai penolong, dan mereka bersatu padu menghadapi orang-orang mukmin. Mereka akan terus melakukan makar terhadap orang-orang mukmin, sampai hari kiamat.
Allah dengan tegas melarang orang-orang mukmin berwala’ (memberikan loyalitasnya) kepada Yahudi-Nasrani, yang merupakan musuh-musuh Allah, Rasul dan orang-orang mukmin. Kejahatan mereka sudah sangat jelas, membuat kehancuran di muka bumi, dan mereka tidak henti-hentinya memerangi orang-orang mukmin. Seperti yang sekarang terjadi di bumi Palestina, Iraq, Afghanistan, Chechnya, Sudan, Somalia, dan dibumi orang-orang mukmin lainnya.
Meminta pertolongan dan perlindungan kepada orang-orang kafir, Yahudi-Nasrani hanyalah akan menimbulkan musibah dan kebinasaan, seperti yang dialami para pemimin negeri-negeri muslim, yang sekarang menjadikan musuh-musuh Allah, Rasul, dan orang-orang mukmin, sebabagi penolong mereka. Karena itu, sekarang negeri-negeri muslim terjajah dan dikuasai, dan dihinakan hidupnya, karena mereka menyerahkan wala’nya kepada musuh-musuh Allah Rabbul Alamin, yaitu Yahudi-Nasrani
Allah Azza Wa Jalla menyerukan kepada orang–orang mukmin agar hanya meminta pertolongan kepada-Nya, dan orang beriman. Tidak kepada selain-Nya. Inilah jalan yang telah dberikan oleh Allah, para Rasul, dan Anbiya’. Kita harus mengikuti jalan-jalan yang haq itu. Allah Rabbul Alamin berfirman :
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
“Sesunguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman, yang mendirikan shalat, dan menunaikan zakat seraya mereka tundauk (kepada Allah).” (QS. Al-Maidah [5] : 55)
Semoga perjalanan panjang dalam kehidupan ini, memberikan pelajaran berharga kepada orang-orang mukmin agar tidak menjadikan Yahudi-Nasrani serta musuh-musuh Allah sebagai pemimpin mereka. Wallahu’alam.
http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/jangan-berteman-dan-menjadikan-mereka-pemimpin.htm
Senin, 17 Januari 2011
Jangan Berteman dan Menjadikan Mereka Pemimpin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar