Musik:Melenakan dan Melemahkan
     Musik kini bukan lagi sebagai suatu hiburan tetapi sudah merupakan suatu kebutuhan, apalagi bagi para remaja. Dunia membutuhkan musik, musik sudah seperti mantra yang siap menyihir bagi siapa yang mendengarkannya. Dalam dunia hiburan, musik adalah barang komoditas yang dapat menghasilkan keuntungan material yang melimpah. Berbagai lagu disuguhkan kepada masyarakat tanpa memandang usia dan kelas sosial. Seperti pembunuh berdarah dingin yang siap menerkam mangsanya dengan menghanyutkannya dalam keterlenaan, membuat menghayal kemudian memangsanya. Inilah musik ala abad 21, menghanyutkan dan matikan akal dan keimanan.
     Musik adalah bagian dari budaya. Bagi suatu kelompok masyarakat tertentu, musik merupakan salah satu bagian dalam kehidupan yang keberadaannya sangat sakral. Dalam masyarakat primitive atau tradisional, musik sering digunakan dalam mengiringi upacara adat dengan menggunakan alat-alat tradisional. Seiring perkembangan zaman, musik juga terus berkembang menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern, baik dari segi alat maupun lagu-lagu yang dinyanyikan. Jenis musik suatu tempat mempunyai karakteristik yang berbeda dengan musik daerah lain. Berbeda dari segi bunyi ataupun bahasa serta menggambarkan kebiasaan bahkan dapat menggambarkan ideology (pandangan hidup) masyarakat tersebut.
     Di dunia barat yang segala sesuatu berlandaskan asas kebebasan, memandang bahwa musik adalah ekspresi jiwa yang dapat dengan bebas diekspresikan. Keadaan sosial masyarakat dan karakteristik masyarakat mempengaruhi musiknya. Musik yang syarat dengan kebebasan. Di barat, musik menyuguhkan lagu-lagu yang melenakan, misalnya dengan lagu percintaan, kekerasan, ajakan kemaksiatan bahkan tak sedikit pula lagu-lagu yang berisi penyembahan terhadap tuhan mereka yang dipoles manis dengan lagu percintaan ala remaja. Banyak artis dengan wajah dan penampilan menarik dijadikan ikon dan idola. Sebut saja beberapa nama-nama artis barat seperti Justin Bieber, Avril Lavigne, Bruno Mars, Black Eyed Peas, dan Iron Maiden. Dengan musik, mereka membawa budaya dan gaya hidup mereka. Mereka dijadikan idola. Saat penggemar musik sudah mengidolakan seorang penyanyi, maka merekapun megikuti ataupun meniru apa yang dibawa oleh sang idola, mulai dari pakaian, pergaulan, dan segala sesuatu yang dilakukan oleh para artis inipun dijadikan kiblat mode.
     Pada masa keemasan industri musik saat ini yang ditunjang dengan teknologi yang semakin maju, musik dapat diakses dengan mudah. Internet, hp, cd dan berbagai fasilitas memanjakan lainnya diciptakan untuk menunjang eksistensi musik. Hampir tiap bulan ada saja musisi luar yang tour ke Indonesia. Walaupun harga tiketnya sangat mahal tapi tetap saja laris manis. Padahal tanpa disadari dengan datangnya musisi-musisi luar negeri itu mereka juga membawa ideologi mereka lewat musik dan penampilnnya. Invasi para musisi luar negri itu setidaknya semakin memperkaya mereka. Namun yang sangat memprihatinkan karena masyarakat Indonesia terutama kalangan menengah keatas begiu antusias menonton konser para musisi luar negri itu walaupun harga tiketnya selangit. Pengeluaran sejumlah uang yang tidak sedikit bukan menjadi masalah bagi mereka yang penting dapat melihat penampilan sang idola. Namun, sadarkah mereka bahwa sebenarnya itu semua hanya akan menyebabkan kerugian untuk diri mereka sendiri baik itu kerugian moral dan materi ? jelas mereka tidak menyadarinya.
     Cengkraman kehidupan yang serba membebas-bebaskan segala sesuatu dan menjadikan uang atau materi sebagai tolak ukurnya menjadikan musik sebagai ‘jembatan’ meraup ketenaran dan kehidupan yang yang serba melimpah dan hedonis. Tanpa adanya batasan yang mengaturnya. Akibatnya, para penikmat musik yang mayoritas adalah generasi muda penerus estafet perjuangan menjadi generasi-generasi yang cacat iman karena aqidah yang dengan sangat mudah untuk goyah, pragmatis, generasi yang hanya memikirkan kepuasan sendiri, individualis serta segala sesuatu diukut dengan materi dan menjadikan mereka generasi-generasi yang boros suka menghambur-hamburkan uang pada hal-hal yang tidak penting. Agama tidak dijadikan lagi pedoman. Musik adalah sesuatu yang wajib didengar dan dinyanyikan setiap hari dan Al-Qur’an hanya disimpan dalam lemari.
     Invasi musik merupakan salah satu perang pemikiran para kaum imperialis untuk mengukuhkan eksistensi mereka dengan menyuguhkan kenikmatan sesaat. Orang-orang kapitalis pun tidak mau kalah dalam hal ini. Dengan mendatangkan artis-artis luar negeri dan bertindak sebagai even organizer mereka juga turut mengambil keuntungan. Negara yang semestinya menjaga akidah umat dan generasi muda dari bahaya budaya luar seakan buta akan hal ini, bahkan negara pun mendapat juga keuntungan lewat pajak acara-acara musik tersebut. Sangat ironis, semua pihak mengambil keuntungan materi lewat musik tanpa memikirkan akibatnya dikemudian hari.
Untuk menjaga akidah dan generasi-generasi muda tidak buta akan tujuan hidupnya serta terhindar dari kemaksiatan, maka perlu adanya suatu tatanan kehidupan yang mampu menaunginya. Suatu tatanan kehidupan yang aturan-aturannya berasal dari sang pencipta, Allah SWT.
     Musik adalah bagian dari budaya. Bagi suatu kelompok masyarakat tertentu, musik merupakan salah satu bagian dalam kehidupan yang keberadaannya sangat sakral. Dalam masyarakat primitive atau tradisional, musik sering digunakan dalam mengiringi upacara adat dengan menggunakan alat-alat tradisional. Seiring perkembangan zaman, musik juga terus berkembang menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern, baik dari segi alat maupun lagu-lagu yang dinyanyikan. Jenis musik suatu tempat mempunyai karakteristik yang berbeda dengan musik daerah lain. Berbeda dari segi bunyi ataupun bahasa serta menggambarkan kebiasaan bahkan dapat menggambarkan ideology (pandangan hidup) masyarakat tersebut.
     Di dunia barat yang segala sesuatu berlandaskan asas kebebasan, memandang bahwa musik adalah ekspresi jiwa yang dapat dengan bebas diekspresikan. Keadaan sosial masyarakat dan karakteristik masyarakat mempengaruhi musiknya. Musik yang syarat dengan kebebasan. Di barat, musik menyuguhkan lagu-lagu yang melenakan, misalnya dengan lagu percintaan, kekerasan, ajakan kemaksiatan bahkan tak sedikit pula lagu-lagu yang berisi penyembahan terhadap tuhan mereka yang dipoles manis dengan lagu percintaan ala remaja. Banyak artis dengan wajah dan penampilan menarik dijadikan ikon dan idola. Sebut saja beberapa nama-nama artis barat seperti Justin Bieber, Avril Lavigne, Bruno Mars, Black Eyed Peas, dan Iron Maiden. Dengan musik, mereka membawa budaya dan gaya hidup mereka. Mereka dijadikan idola. Saat penggemar musik sudah mengidolakan seorang penyanyi, maka merekapun megikuti ataupun meniru apa yang dibawa oleh sang idola, mulai dari pakaian, pergaulan, dan segala sesuatu yang dilakukan oleh para artis inipun dijadikan kiblat mode.
     Pada masa keemasan industri musik saat ini yang ditunjang dengan teknologi yang semakin maju, musik dapat diakses dengan mudah. Internet, hp, cd dan berbagai fasilitas memanjakan lainnya diciptakan untuk menunjang eksistensi musik. Hampir tiap bulan ada saja musisi luar yang tour ke Indonesia. Walaupun harga tiketnya sangat mahal tapi tetap saja laris manis. Padahal tanpa disadari dengan datangnya musisi-musisi luar negeri itu mereka juga membawa ideologi mereka lewat musik dan penampilnnya. Invasi para musisi luar negri itu setidaknya semakin memperkaya mereka. Namun yang sangat memprihatinkan karena masyarakat Indonesia terutama kalangan menengah keatas begiu antusias menonton konser para musisi luar negri itu walaupun harga tiketnya selangit. Pengeluaran sejumlah uang yang tidak sedikit bukan menjadi masalah bagi mereka yang penting dapat melihat penampilan sang idola. Namun, sadarkah mereka bahwa sebenarnya itu semua hanya akan menyebabkan kerugian untuk diri mereka sendiri baik itu kerugian moral dan materi ? jelas mereka tidak menyadarinya.
     Cengkraman kehidupan yang serba membebas-bebaskan segala sesuatu dan menjadikan uang atau materi sebagai tolak ukurnya menjadikan musik sebagai ‘jembatan’ meraup ketenaran dan kehidupan yang yang serba melimpah dan hedonis. Tanpa adanya batasan yang mengaturnya. Akibatnya, para penikmat musik yang mayoritas adalah generasi muda penerus estafet perjuangan menjadi generasi-generasi yang cacat iman karena aqidah yang dengan sangat mudah untuk goyah, pragmatis, generasi yang hanya memikirkan kepuasan sendiri, individualis serta segala sesuatu diukut dengan materi dan menjadikan mereka generasi-generasi yang boros suka menghambur-hamburkan uang pada hal-hal yang tidak penting. Agama tidak dijadikan lagi pedoman. Musik adalah sesuatu yang wajib didengar dan dinyanyikan setiap hari dan Al-Qur’an hanya disimpan dalam lemari.
     Invasi musik merupakan salah satu perang pemikiran para kaum imperialis untuk mengukuhkan eksistensi mereka dengan menyuguhkan kenikmatan sesaat. Orang-orang kapitalis pun tidak mau kalah dalam hal ini. Dengan mendatangkan artis-artis luar negeri dan bertindak sebagai even organizer mereka juga turut mengambil keuntungan. Negara yang semestinya menjaga akidah umat dan generasi muda dari bahaya budaya luar seakan buta akan hal ini, bahkan negara pun mendapat juga keuntungan lewat pajak acara-acara musik tersebut. Sangat ironis, semua pihak mengambil keuntungan materi lewat musik tanpa memikirkan akibatnya dikemudian hari.
Untuk menjaga akidah dan generasi-generasi muda tidak buta akan tujuan hidupnya serta terhindar dari kemaksiatan, maka perlu adanya suatu tatanan kehidupan yang mampu menaunginya. Suatu tatanan kehidupan yang aturan-aturannya berasal dari sang pencipta, Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar